Senin, 19 Januari 2009

Remaja, Kok mudah Marah?

Teman, masa remaja merupakan masa perubahan, seperti yang saya bilang tadi. Di samping fisik yang bertumbuh, maka sudah jadi kodrat kalo psikispun demikian turut berubah, berkembang, dan yang jelas sama sekali berbeda dengan masa kecil. Salah satu ciri remaja yang paling nampak ialah cepat tersulut emosi. Baru dinasihati, nggak tahunya cuman sekedar lewat, masuk kuping kanan keluar lewat kuping kiri, ah, itu masih mending. Parahnya kalo sampai ngebantah. Emang begitulah remaja, sukanya marah. Dan hal ini sering kita dapati pada remaja tingkat awal, alias mereka-mereka yang baru saja menginjak masa remaja, dan kitapun pasti pernah, bukankah begitu? Iya dong, kalo enggak begitu kan aneh, namanya remaja pasti begitu, kalo enggak begitu patutkah disebut remaja? Sebenarnya, remaja dengan segala potensinya, enggak juga aneh kalo remaja emang punya sifat gak suka marah bahkan dia nurut, enggak ada yang janggal, justru sifat itulah yang diharapkan bisa mengatasi problem-problemnya ketika remaja maupun di masa yang akan datang. Sebab marah memiliki dampak yang berbahaya apabila ditempatkan pada tempat dan kondisi yang tidak sesuai. Marah di sini, berkonotasi negatif, sebab kemarahan yang sudah menjadi karakter seseorang maka tidak layak lagi kita sebut sebagai kebaikan dan kebenaran. Orang yang berkarakter pemarah jelas berbeda dengan orang yang bersikap marah. Nah, perlu diketahui juga, sebelum melangkah lebih jauh, sifat itu berbeda dengan sikap. Apabila ditujukan buat remaja yang pemarah, enggak cocok kalo hal kayak gitu disebut sebagai sikap, namun lebih pas kalo disebut sebagai sifat. Namanya aja pe-marah, berarti bersifat marah. Sebab sikap itu bukanlah sebuah karakter yang bercokol pada dirinya. Maka, jelaslah bagi kita, bahwa remaja itu punya sifat khas. Remaja kok suka marah? Ya karena sifatnya emang begitu. Kita harus selalu introspeksi diri kita, o iya, ternyta kita semua suka marah. Kita mungkin menyangka bahwa marah merupakan hal yang sah-sah saja, orang kita masih remaja. Meski kita tahu bahwa marah itu enggak baik, merugikan diri sendiri dan oranglain. Kenapa enggak sampai kepikir dalam benak kita, mengapa kita enggak bersikap marah saja daripada bersifat marah? Bukankah tak semua yang dinamakan sebagai sikap itu jelek? Sikap marah memang benar adanya dan emang gak boleh langsung dicap buruk. Sebab, misalkan saja, kita benci kepada suatu kemungkaran lantas kita bersikap marah karenanya, maka demi Allah, apakah ini sebuah keburukan atas nama marah? Mengapa enggak gitu aja, namun, kita emang punya sifat marah, sehingga patut kalo orang lain mengomentari kita: “kok marah aja...”. tuh kan, orang lain saja sampai ngatain kita sukanya marah, berarti kan emang kita bersifat marah. Teman, marah memang buruk, tak ada baiknya kalo kita suka marah. Bahkan hati-hatilah, jika kita sudah akrab dengan yang namanya marah, maka dikhawatirkan kitalah yang malah jadi kacung marah, bisa jadi kita menjadi sosok bertempramen tinggi. Sebab, pepatah mengatakan: “api kecil jadi teman, api besar jadi lawan”. Bukankah kebiasaan akan melahirkan karakter? Tak adakah jalan menyikapi sesuatu selain pake marah? Kalo kita mau jujur, kita jawab ada. Rasulullah pernah bersabda dalam haditnya yang mulia yang artinya: “janganlah kamu marah...”. lawan dari marah ialah adem ayem tentrem. Kita sadar, betapa kita emang suka marah, seakan sudah jadi sifat kita. Ketika orangtua menyuruh kita mengaji, kita malah marah, ketika orangtua menasihati kita malah marah, semua disikapi dengan sifat serba marah. Padahal kalo kita renungi, marah merupakan api dalam hati, api bersifat merusak bahkan mematikan, seharusnya sebagai orang yang sehat, kita pasti sudah menyiram api tersebut supaya tidak kebanjur membakar habis, minimalnya sudah berusaha, namun apa kata, ternyata kita memang gak menyadari hal ini. Satu sebab mengapa kok sulit sekali menghilangkan sifat marah, karena enggak adanya sikap berbenah diri. Kita Semua enggak ada yang menginginkan kehancuran bagi dirinya, namun nyatanya kita enggak mau tahu, astaghfirullah. Sudah saatnya kita menyikapi sifat marah dengan akhlak mulia, bukan malah menyifati sikap marah dengan keburukan-keburukan. Emang, sifat marah kudu disikapi dengan bijak sehinnga bisa menjadi marah yang positif. Adapun kalo menyifati sikap marah dengan berbagai cap-cap keburukan, padahal tidak demikian kenyataannya, boleh jadi sikap marah yang harusnya memang suatu kebaikan dan kebenaran malah dicap buruk, sebaliknya sikap marah yang memang suatu yang buruk malah diberi gelar baik dan benar, seolah kebaikan dan keburukan sudah dibalik 180 derajat. Dan hal itulah yang terlewatkan oleh kita, kita jadi enggak tahu apa itu sifat marah dan sikap marah, sehinnga beribu disesalkan apabila kita sukanya marah aja, enggak tahunya kita malah menyangka hal itu sebuah kewajaran. Marah kepada ortu wajar, bahkan marah ketika dinasihati itu pun kita anggap wajar. Semoga kita sadar bahwa oh beginilah marah itu..
sumber: majalah-elfata.com

Tidak ada komentar: