Pendidikan Seksual
sumber: http://www.edubenchmark.com
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.(www.e-psikologi.com:2002)
Pendidikan Seks pada Anak
Dalam pendidikan seks pada anak-anak, Pendidikan seks lebih diarahkan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh, reproduksi seksual, sanggama serta aspek lain dari perilaku seksual.
Memberikan pendidikan kepada buah hati, terutama yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD) harus dilakukan dengan bahasa konkrit (bukan abstrak) dan operasional.
Menurut pakar psikologi, Dr. Rose Mini A.P., M.Psi., “Memberikan pendidikan seks pada anak sangat penting, bahkan meski dia tidak bertanya soal itu. Seiring perkembangan zaman, anak bisa mendapatkan informasi seks dari mana saja. jangan sampai dia menerima informasi yang salah, karena konsepnya berbeda.” Anak yang memiliki konsep beda mengenai seks akan terbawa hingga dewasa dan memengaruhi pola pikirnya kelak.
Sebelum mencapai usia pubertas, hal-hal yang perlu diketahui anak adalah: [1] Nama dan fungsi organ reproduksi, [2] Perubahan yang akan dialami saat memasuki masa puber (ditandai mimpi basah pada laki-laki dan haid pada anak perempuan), [3] Masalah menstruasi (jelaskan sesuai dengan batas kemampuan anak menerimanya), [4] Hubungan seksual dan kehamilan (imbangi pendidikan seks dengan moral dan agama yang kuat), [5] Bagaimana mencegah kehamilan (Berikan gambaran mengenai dampaknya, jangan lupa memasukkan unsur moral dan agama), [6] Masturbasi (hal yang normal, namun berikan batasan-batasan pada si anak), [7] Penyakit yang mungkin ditularkan melalui hubungan seksual, [8] Harapan dan nilai-nilai orang tua (mengenai pergaulan, yang boleh dan tidak boleh). (www.hanyawanita.com:2006)
Pendidikan seks tetap harus diberikan, sesuai dengan tingkat perkembangan anak, tujuannya tak lain adalah memberikan bekal pengetahuan serta membuka wawasan anak dan remaja seputar masalah seks secara benar dan jelas. Dengan pendidikan seks yang benar berarti menghindarkan anak dan remaja dari berbagai risiko negatif perilaku seksual, seperti kehamilan di luar nikah, pelecehan seksual dan penyakit menular seksual. Dalam pendidikan seks pada anak, sebaiknya menggunakan istilah yang sebenarnya. Menggunakan istilah aneh-aneh hanya akan membingungkan si anak.
(Dr. Rose Mini A.P., M.Psi)
Namun, orang tua punya alasan sendiri kenapa enggan membahas masalah seks dengan anak-anak. “Mereka menganggap seks tabu dibicarakan secara terbuka. Tapi jangan lupa, anak-anak bisa mendapatkan informasi ini dari teman sebaya, yang belum terjamin kebenarannya.” (www.hanyawanita.com:2006)
Pendidikan Seks pada Remaja
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut : [1] Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu, [2] Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain), [3] Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut, [4] Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya, [5] Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja memang perlu. Peran orang tualah yang dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan perkembangan si anak hingga beranjak dewasa.Memberikan pengetahuan pada remaja tentang resiko seks bebas, baik secara psikologis maupun emosional, serta sosial, juga akan dapat membantu agar terhindar dari pelanggaran norma yang berlaku. DF_edu
Print This PostTags: Artikel Pendidikan, Pendidikan Seks, Psikologi
Senin, 19 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar