Senin, 19 Januari 2009

Remaja Gengsi Pakai Bahasa Sunda

Rabu, 22/02/2006 14:15 WIB
sumber: http://www.detikinet.com
Bandung - Minat Remaja terutama pelajar dalam menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar sehari-hari dirasakan menurun. "Remaja cenderung enggan menggunakan bahasa Sunda karena menganggap gengsi dan kampungan," ungkap Etti RS, Pupuhu Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda, kepada Tribun, Selasa (21/2). Pada acara mieling poe basa indung internasional di aula UNPAD, Jl Dipati Ukur Bandung.

Menurut Etti, hal itu didukung pula dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah. Juga faktor keluarga yang tidak menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi di rumah.

"Perkembangan teknologi dan informasi menjadi salah satu faktor menurunnya minat berbahasa Sunda dikalangan remaja. Seperti pengaruh internet dan televisi. Sehingga buku-buku cerita berbahasa Sunda pun kurang diminati," jelasnya.

Kendala lain, lanjut Etti, remaja cenderung takut salah ketika berbicara. Sebab dalam bahasa Sunda ada undak usuknya.

"Mestinya para remaja dalam menggunakan bahasa Sunda yang penting keberanian berbicara. Dan mengenyahkan rasa gengsi dan kampungan," tegasnya.

Karena dilihat dari banyaknya pengguna bahasa ini, lanjutnya, bahasa Sunda menduduki peringkat ke 33 dari 6 ribu bahasa ibu yang ada di dunia. Sedangkan peringkat pertama dan kedua diduduki Cina dan Jepang. "Meskipun 90 persen dari bahasa ibu di dunia ini terancam punah," terangnya.

"Dengan peringatan ini diharapkan dapat menggugah kembali kesadaran penggunaan bahasa Sunda di keluarga dan pentingnya pelestarian nilai luhur budaya Sunda dalam kekinian. Juga dapat menaikan rating bahasa Sunda diantara bahasa ibu di dunia," katanya.

Berbicara mengenai naskah Sunda yang banyak tersimpan di Leinden Belanda, Etti mengatakan karena dulu Belanda tidak hanya menjajah kekayaan Indonesia tetapi menjajah kekayaan budayanya juga.

"Tapi ada sisi positifnya juga naskah Sunda banyak tersimpan di Belanda. Sebab sampai sekarang naskah tersebut masih utuh," paparnya.

"Kalau disimpan di Indonesia mungkin saja naskah tersebut sudah lapuk atau rusak. Dan tidak bisa ditelaah sebagai bahan rujukan atau penelitian," tambahnya.

Tidak ada komentar: