Minggu, 11 Januari 2009

Membangun Rumah Tangga dengan Cinta

01 August 2007

Apabila ada cinta dalam perkawinan akan hadir suasana harmonis dalam keluarga. Ketika suasana harmonis tercipta dalam rumah tangga maka akan lahir kedamaian dalam masyarakat.”


UNGKAPAN di atas pernah dilontarkan Konfusius, seorang filosof Yunani yang meninggal dunia pada tahun 478 SM. Begitu dalam ia memahami sebuah makna cinta dalam ikatan pernikahan yang menurutnya, tepian akhir hidup berumah tangga itu haruslah berujung kepada kemakmuran, kesejahteraan, dan terwujudnya perdamaian abadi di seluruh jagat raya. Menjaga ikatan pernikahan memang tidak segampang apa yang dipikirkan orang. Perlu seni dalam menakhodai bahtera suci tersebut. Sepasang suami-istri yang baru memulai hidup berkeluarga, di awal pernikahannya sering didoakan menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Untaian doa itu, mengalir dari setiap tetamu yang datang di pesta pernikahan seseorang. Tak jarang, sepasang suami-istri yang semula bertekad sehidup-semati membangun mahligai rumah tangga, akhirnya harus kandas di tengah jalan. Rumah tangga mereka berantakan, karena beragam alasan. Tidak sedikit pula, sebuah keluarga mampu membangun rumah tangganya menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Mempunyai keturunan yang saleh, tak pernah ada percekcokan setiap hari, tentunya menjadi dambaan setiap pasangan hidup yang membina cinta dalam sebuah keluarga. Lalu adakah pasangan suami-istri yang benar-benar bisa mewujudkan keluarga sakinah itu? Kanwil Departemen Agama (Depag) Provinsi Aceh yang sejak 29 Juni hingga 1 Juli 2007 kemarin melakukan serangkaian proses seleksi untuk memilih Keluarga Sakinah Teladan 2007, akhirnya memilih dan menetapkan pasangan Drs H Salahuddin Hasan-Hj Siti Hawa Ismail, asal Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, sebagai Keluarga Sakinah Teladan 2007 tingkat Provinsi Aceh. Posisi runner up I dan II, terpilih pasangan Drs Tgk H Jamaluddin Abdullah-Latifah Hanum (Bireuen) dan Drs H Ridwan Adami MM-Hj Hafnizar AMa Pd (Aceh Barat Daya). Upacara penobatan pasangan Drs H Salahuddin Hasan-Hj Siti Hawa Ismail sebagai Keluarga Sakinah Teladan 2007 Tingkat Provinsi Aceh itu berlangsung di Asrama Haji Banda Aceh, Minggu (1/7) kemarin. Penobatan itu dilakukan Asisten III Setda NAD, Drs Saifuddin Abdurrahman MKes, mewakili Wagub Aceh Muhammad Nazar. Pasangan ini dinyatakan unggul atas 21 pasangan keluarga lainnya yang mewakili kabupaten/kota se-Aceh. Pasangan keluarga sakinah ini telah membina rumah tangga selama 39 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup lama itu, Salahuddin dan Siti Hawa dikarunia empat putri, yakni Salwati, Safriati, Dzikriati, dan Rahmiati. Semua anak-anak Salahuddin telah lulus sarjana dan sudah berkeluarga. Ikatan cinta Lalu, bagaimana resep Salahuddin membina dan membangun rumah tangganya hingga bisa terpilih menjadi Keluarga Sakinah Teladan 2007 Tingkat Provinsi Aceh? Ditemui Serambi usai penobatan, Salahuddin mengatakan dia bersama Siti Hawa, istri yang dia nikahi 39 tahun lalu, senantiasa berusaha membina keluarga dengan ikatan cinta dan dasar pendidikan agama. “Alhamdulillah saya tidak pernah cekcok dengan istri saya. Hingga saat ini pun demikian,” katanya.
Salahuddin membangun keluarganya dengan cinta yang dilandasi ajaran agama sebagai sesuatu yang utama. Lelaki yang lahir di Kruengraya, Aceh Besar, pada 8 Juli 1944 ini selalu mengajarkan kepada keempat anaknya akan nilai-nilai agama. “Anak-anak saya didik dengan agama. Sejak kecil saya masukkan mereka les, belajar agama, dan saya dekatkan dengan masjid,” ungkapnya. Salahuddin mengatakan resep paling utama dalam membangun rumah tangga adalah membina dengan cinta agama. “Agar tenteram rumah tangga kita, maka kita harus bina dengan cinta dan cintanya itu haruslah cinta agama, jangan cinta yang lain. Akidah kita juga harus sama-sama kuat,” ujarnya. Kriteria itu, menurut Salahuddin, jangan sampai pudar, apalagi hilang. Kriteria agama harus dikedepankan dibanding harta dan kecantikan. “Harta akan mudah hilang, kecantikan akan mudah pudar. Kalau kita sudah 40 tahun, kita dan istri sudah akan menjadi tua semuanya,” ujar Salahuddin. Mutu perkawinan Sementara itu, Kakanwil Depag Aceh, Drs HA Rahman TB Lt yang hadir dan ikut menyampaikan sambutan pada upacara penobatan tersebut mengatakan, pemilihan Keluarga Sakinah Teladan 2007 itu dimaksudkan sebagai evaluasi program peningkatan mutu perkawinan dan konseling keluarga melalui gerakan keluarga sakinah. “Selain itu, pemilihan itu juga dimaksudkan sebagai pengembangan pendidikan agama di lingkungan keluarga serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat,” katanya.
Menurut Kakanwil Depag Aceh itu, pasangan Salahuddin-Siti Hawa akan diikutsertakan dalam pemilihan Keluarga Sakinah Teladan 2007 Tingkat Nasional di Jakarta. Mereka juga akan menghadiri peringatan HUT Ke-62 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang di Istana Merdeka.
Pasangan Salahuddin-Siti Hawa telah memberi contoh untuk seluruh keluarga dalam masyarakat Aceh bahwa membina rumah tangga itu tidak bisa sembarangan. Perlu cinta, kesamaan pandang, dan tujuan untuk berlabuh dalam nuansa sakinah mawaddah wa rahmah, sehingga akan memberi efek kepada tatanan kedamaian dunia, seperti yang diucapkan sang filsuf, Konfusius. Lalu, bagaimana dengan kita?
Serambi, Arif Ramdan/Pemilihan Keluarga Teladan Provinsi Aceh 2007

sumber: http://arif-ramdan.blogspot.com

situs-situs penting

http://www.desainer-otodidak.page.tl,
panduanrumah.com
www.duniaesai.com
kasei-unri.org
melayuonline.com
ilmu-politik.fisip.ui.edu
www.antara.co.id
www.namaotomotif.com
info.balitacerdas.com
muslim.or.id
www.ruangkeluarga.com
www.perencanakeuangan.com
www.kickandy.com
www.mizan.com
www.palasarionline.com
wikipedia.org
www.muhammadiyah.or.id
www.nu.or.id
www.hidayatullah.or.id
www.hidayatullah.com
www.persis.or.id
www.pk-sejahtera.org
hizbut-tahrir.or.id
www.al-ikhwan.net
www.highcamp.web.id
tasawuf.multiply.com
sufinews.com
www.dzikrullah.com
www.islamuda.com
http://www.namaotomotif.com
situs.kesrepro.info
www.remaja.net
quantumremaja.com
www.remajasehat.com

Model Kajian Tafsir Interaktif di Pesantren Miftahul Anwar, Cigaru II, Majenang

Ahad pagi. Singgahlah di Pesantren Miftahul Anwar, Cigaru II, Majenang, Cilacap. Kita akan menemukan suasana yang berbeda dari biasanya. Sekitar seratus orang dari berbagai daerah sekitar kecamatan Majenang, duduk melingkar di masjid pesantren, perempuan dan laki-laki. Sesekali akan tampak dari mereka menunjukkan jari tangannya, tinggi-tinggi. Mereka adalah peserta aktif dalam sebuah kajian tafsir, yang diselenggarakan Forum Kajian Tafsir Alquran dan Sosial. Tidak saja meminta penjelasan, tetapi juga bertanya, membantah atau bahkan menolak apa yang disampaikan pemateri. “Ketika membahas masalah poligami, peserta perempuan protes, dan mereka mengancam akan mogok mengikuti kegiatan, jika poligami dibolehkan,” jelas Giyah Ismail, MZ, S.Ag, salah seorang pengelola kegiatan ini.

Kajian ini memang menjadi model pendidikan pesantren alternatif, yang mencoba membuka kebekuan dan ketundukan buta terhadap pandangan-pandangan kiai. Bagaimana tidak, sedikit kita akan menemukan model kajian kitab tafsir yang melibatkan masyarakat umum dengan proses dialogis dan terbuka. Selain itu, kajian ini juga merupakan model perbandingan berbagai kitab tafsir yang ada, karena setiap persoalan yang dibahas akan ditinjau dari berbagai sudut pandang kitab-kitab tafsir yang cukup masyhur di kalangan pesantren. Seperti kitab al Showi, tafsir al Munir, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Jalalain dan tafsir Qurthubi. Para pengkajinya juga mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya, KH. Qosim Nur Aly, pengasuh Pesantren El Baz, Cimanggu, Cilacap, KH. Muniruddin Masduqy, Lc, pengasuh Pesantren Tanwirul Huda, Majenang, Cilacap, alumnus dari Kairo, dan beberapa pengkaji lain dari pesantren Miftahul Anwar Cigaru II, Majenang, Cilacap sendiri, seperti K, Mashud, MA.g.

Menurut Ismail, kajian ini sudah berlangsung selama dua tahun. Model kajiannya memang tampak sangat lamban, karena dimulai dari Surah al Baqoroh. Model kajiannya, mengkaitkan satu ayat yang sedang dikaji dengan ayat lain yang berhubungan dalam surat yang lain, sehingga prosesnya menjadi tampak lamban. “Tetapi ini yang kami lakukan. Model ini sekaligus sebagai kritik terhadap tokoh agama, yang selama ini memberikan tafsir ayat Alquran sering terlepas dari ayat lain. Tafsirnya menjadi sepotong-sepotong dan bahkan menjauhi dari makna yang sebenarnya,” jelas Islamil lagi.

Keberhasilan kajian ini, dalam pandangan Ismail, tidak terlepas dari pengaruh KH. Muslih Ridwan, pengasuh Pesantren Miftahul Anwar, yang juga mursyid Tarekat Satariyah, suatu tarekat yang hampir mulai memudar pengaruhnya di Indonesia, dibanding tarekat yang lebih masyhur, seperti tarekat al Naqsbandiyah al Qodiriyah. “Kita tarekat Satariyah. Saya merintis pesantren ini tahun 1952, bersama dengan kakak saya, Munir Ridwan. Tetapi dia jarang di rumah, karena ikut Hizbullah dan ditahan selama empat setengah tahun,” kata Muslih Ridwan dengan suara perlahan karena kesepuhannya, menceritakan kakaknya yang kini sudah mendahuluinya. “Saya sudah kurang sehat, sehingga jarang keluar rumah. Pertemuan tarekat kadang diadakan di pesantren ini,” lanjutnya.

Perkembangan kajian tafsir ini agaknya akan semakin menarik di masa depan. Ismail sendiri terus merancang agenda kajian tafsir sehingga lebih kontekstual. Misalnya, kajiannya akan dikembangkan tidak saja sekedar komparasi pendapat para mufasir klasik terhadap suatu ayat, tetapi akan dikaji secara serius, dengan pertanyaan, mengapa mufasir berpendapat demikian tentang suatu ayat. Pertanyaan ini, menurut Ismail, akan membawa kajian pada penelusuran pengaruh konteks sosial-budaya-politik yang berkembang, pada saat mufasir menuliskan kitabnya. “Dengan cara ini, proses kajian bisa mengantarkan pada rumusan-rumusan baru tafsir kekinian, karena akan mempertimbangkan konteks yang berkembang saat ini,” katanya bersemangat.

Dari sinilah, kajian tafsir yang dilakukan selama ini tidak saja menyerap makna dari untaian karya mufasir klasik, tetapi memungkinkan untuk menemukan rumusan baru yang lebih kontekstual untuk situasi ke-Indonesia-an. “Di sini kajian tafsir akan menjadi proses pembaharuan nilai-nilai yang berlaku. Kajian tafsir akan mempengaruhi perubahan sosial,” kata alumnus IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, dengan mantap.

sumber: http://mukhotibmd-net.blog.com